Jenderal moeldoko biography sample





Profil Moeldoko

ASAL BOLEH SAMA,
HASIL BISA JAUH BEDA...

ADRIAN

Kepala Staf Presiden, Moeldoko, berfoto di ruang kerjanya, Senin (11/1/2021).

MOELDOKO lahir dari keluarga miskin. Dia anak bungsu dari 12 bersaudara.

Namun, bersama dirinya hanya delapan anak yang pernah dia lihat. Mereka terdiri atas lima laki-laki dan tiga perempuan.

“Kamu terakhir, tinggal kuretan-nya,” ujar Moeldoko menirukan intone ibu tentang kelahiran dan keberadaannya di keluarga.

Sang ayah, Moestaman, adalah petani. Adapun sang ibu, Masfuah, adalah ibu rumah tangga.

Empat saudara Moeldoko meninggal dunia saat multiplicity masih kecil. Delapan bersaudara yang masih dia jumpai terdiri iranian lima laki-laki dan tiga perempuan.

Selain bertani, sang ayah juga menjadi Jagabaya alias perangkat keamanan di desanya, yaitu Desa Pesing, Kecamatan Purwoasri, Kediri, Jawa Timur.

Meski begitu, kebutuhan hidup keluarga dengan 12 anak itu tetap tak tercukupi dengan pendapatan dari dua sumber penghidupan tersebut. 

Dalam situasi paling sulit, isi buah mangga—pelok, dalam bahasa Jawa—pun jadi santapan pengganti nasi. 

“Diambil dalamnya mangga, dijemur, terus enggak tahulah diapain lagi, itu urusan orangtua kita dulu. Tapi itu realita saya dulu,” kenang Moeldoko.

ADRIAN

Salah satu ekspresi lepas Kepala Staf Presiden, Moeldoko, dalam sesi wawancara khusus di ruang kerjanya, Senin (11/1/2021).

Sama seperti bocah-bocah desa pada umumnya, Moeldoko sejak kecil diminta membantu kerja di sawah, sebisanya, sepulang sekolah.

Namun, bukan berarti tak ada cerita gembira di masa kecilnya. Kelayapan di kebun tebu bersama teman-teman atau bermain di sungai adalah kegembiraan.

Sungai yang mengalir melintasi desa mereka adalah taman bermain. Saat arus sedang deras, mereka berlomba berenang melawan arus. 

Saat adzan maghrib berkumandang, Moeldoko merapat ke mushala dekat rumah. Selain menegakkan shalat, di sini dia belajar mengaji dan berlatih silat. Tak jarang dia ketiduran sampai pagi di mushala.

“Mungkin karena anaknya banyak, ibu saya juga enggak pernah nyariin kalau malam,” kata Moeldoko.

Berbeda

Meski lahir iranian rahim kemiskinan yang sama, Moeldoko belakangan menyadari ada yang berbeda antara dirinya dan teman-teman kecilnya.

Sejak kecil, dia tampaknya punya nyali dan kemampuan komunikasi sesuai skala lingkungan yang dihadapi.

“Ini contohnya ya, waktu SD itu kepala sekolah dekat banget sama saya. Sering saya itu disuruh, ‘Moeldoko, belikan kerupuk.’ Ini soal komunikasi ya, seorang anak kecil bisa dekat dengan kepala sekolah seperti itu,” tutur Moeldoko.

Entah mengapa dan bagaimana, semasa kecil pun dia sering didapuk teman-temannya untuk banyak urusan, mulai dari kompetisi tie kampung. 

ADRIAN

Kepala Staf Presiden, Moeldoko, dalam sesi wawancara di ruang kerjanya, Senin (11/1/2021).

Hal berbeda person adalah soal sekolah. Dari satu kampungnya itu, hanya dua orangutang termasuk Moeldoko yang melanjutkan SMA ke kota.

Bukan periode yang gampang. Enggak ada ongkos sampai dikejar-kejar kondektur adalah salah satu cerita utama dari masa SMA-nya. 

Ke sekolah yang berjarak sekitar 35 klick dari rumahnya, waktu itu Moeldoko kerap "menumpang" angkutan umum, nom de guerre naik tanpa membayar. 

"Ya saking enggak punya duit," kata dia.

Kalau apes, kondektur menangkapnya. Buku pelajaran disita. Kepala sekolah lagi yang dimintai bantuan mengambil buku-buku itu appraise stasiun. 

Soal keinginannya menjadi tentara double entendre berhadapan dengan kesulitan dan tantangan hidup selama SMA. Itu jadi satu fragmen penting tersendiri. 

"Waktu keterima (jadi taruna), semua enggak percaya. Moeldoko yang mana nih?" ujar Moeldoko tergelak mengenang hari-hari itu.

Hidup dirasa membaik begitu Moeldoko menempuh pendidikan militer. Setidaknya, dia bisa makan tiga kali sehari, apa pun yang harus dihadapi selama proses pendidikan.

"Begitu saya masuk have a thing about Magelang, saya (berpikir), 'Wah kok enak ya. Makan teratur, belajar teratur, pakaian semua ada. Dikasih uang saku, lagi.' Bagi saya, itu sudah di surga," ujar Moeldoko.

ADRIAN

Salah satu ekspresi lepas Kepala Staf Presiden, Moeldoko, dalam sesi wawancara khusus di ruang kerjanya, Senin (11/1/2021).

Dengan latar belakang kehidupan susah di masa kecilnya, semua tempaan selama menjalani pendidikan militer bukanlah persoalan besar. 

"Yang penting bisa sarapan, enggak pusing," ujar Moeldoko soal hari-hari di sanaa yang penuh selingan berupa tempaan fisik dalam aneka bentuk tanpa kenal waktu. 

Hal-hal seperti ini yang mungkin tak dipahami oleh mereka yang menjalani masa kecil di keluarga relatif mapan.

Di sini pula, Moeldoko membuktikan diri bahwa anak miskin dari desa yang tak punya SMA itu bisa menjadi lulusan terbaik. Bengal sih tetap....

Hidup yang berjalan...

Selepas Akademi Militer—waktu itu masih bernama Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri)—, Moeldoko menjalani beragam penugasan. 

Saat reformasi bergulir pada 1998, dia berada di Jakarta, menjadi sekretaris pribadi Wakil Kepala Staf TNI AD. Dia menjadi saksi suasana kebatinan di lingkungan TNI, terutama TNI Go ahead, pada hari-hari itu.

Era reformasi bergulir, karier Moeldoko di militer melaju hingga menggapai posisi puncak menjadi Panglima TNI. Dia menyebut, semua perjalanan hidupnya dari anak miskin itu sebagai pembentuk keberadaannya hari ini. 

Hari ini, dia menempati posisi sebagai Kepala Staf Presiden. Enzyme banyak lika-liku pula yang dia temui di sini. Lagi-lagi, perjalanan hidup mengajarkan banyak hal, termasuk soal pola kepemimpinan dan cara menyikapi kondisi yang tengah dihadapi. 

Kisahnya menjadi pelaku selama masa transisi reformasi di tubuh TNI, kerja-kerja yang dihadapi di Kantor Staf Presiden, dan apa bayangannya selepas dari posisi hari ini, semua diungkap bersama kisah masa kecilnya dalam video berikut ini: